Kamis, 23 Agustus 2012

APA ITU SAMPAH BAGI KITA MASYARAKAT MEDAN?


Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap aktifitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang/material yang kita gunakan sehari-hari. Demikian juga dengan jenis sampah, sangat tergantung dari jenis material yang kita konsumsi. Oleh karena itu pegelolaan sampah tidak bisa lepas juga dari ‘pengelolaan’ gaya hidup masyrakat. Peningkatan jumlah penduduk dan gaya hidup sangat berpengaruh pada volume sampah. Misalnya saja, kota Jakarta pada tahun 1985 menghasilkan sampah sejumlah 18.500 m3 per hari dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 25.700 m3 per hari. Jika dihitung dalam setahun, maka volume sampah tahun 2000 mencapai 170 kali besar Candi Borobudur (volume Candi Borobudur = 55.000 m3). [Bapedalda, 2000]. Selain Jakarta, jumlah sampah yang cukup besar terjadi di Medan dan Bandung. Kota metropolitan lebih banyak menghasilkan sampah dibandingkan dengan kota sedang atau kecil.
                   Di Manado, pada sekitar tahun 90-an volumenya baru mencapai 700-an m3 per hari sementara Tahun 2007 ini telah mencapai 1.700 m3. Jika dibandingkan dengan kota besar di tanah air semisal Jakarta volume sampah Medan memang relatif jauh lebih kecil sebab Tahun 2002 saja sampah Jakarta sekitar 55.000 m3. Meski demikian dari tahun ke tahun persoalan mengelola dan mengatasi sampah ini terus menjadi pemikiran berat bagi pemerintah kota. Di tahun 2007 bahkan tahun-tahun selanjutnya persoalan mengatasi sampah terasa semakin berat di tengah upaya pemerintah dan masyarakat mempertahankan Piala Adipura bahkan predikat Kota Sehat yang menjadi kebanggaan bersama.

Berlakunya UU. No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah diharapkan membawa perubahan yang mendasar dalam tata-kelola sampah di Tanah Air, salah satunya adalah penutupan semua TPA (Tempat Pembuangan Akhir) yang menggunakan sistem penimbunan dalam waktu lima tahun ke depan. Lima tahun mendatang semua TPA yang menggunakan sistem open-dumping (ditimbun di tanah lapang terbuka) akan ditutup. Proses penutupan ini akan berlangsung secara bertahap.

Mengatasi sampah di Kota Medan setidaknya meliputi tiga hal utama.

Pertama, produksi sampah. Begitu banyaknya sampah menunjukkan bahwa penduduk di wilayah ini sangat produktif menghasilkan sampah. Rata-rata produksi setiap warga sehari hampir satu kilogram. Ini bisa dikurangi dengan mengubah perilaku, seperti kesediaan setiap orang untuk sesedikit mungkin menggunakan pembungkus setiap kali belanja.

Kedua, mengubah kebiasaan membuang sampah secara sembarangan. Kita masih menyaksikan begitu banyak wilayah tanpa tempat sampah, dan juga kemalasan penduduk membuang sampah secara tertib. Gagasan memilah sampah organik dan anorganik ternyata belum berhasil. Perilaku buruk dalam membuang sampah ini, mengakibatkan kegiatan pengumpulan sampah menjadi makin maha dan menyita waktu.

Ketiga, penampungan terakhir dan pengolahan sampah. Selama ini sampah hanya dihargai oleh para pemulung, dan nilai ekonomis sampah hanya dilihat dalam kegiatan pengumpulan dan pengangkutan ke lokasi terakhir. Material sampah belum banyak diperhatikan, meskipun pengetahuan yang sederhana ini telah begitu banyak dibahas dan dirintis. Sampah-sampah organik masih sangat sedikit yang dimanfaatkan untuk dijadikan makanan ternak, atau pupuk kompos.
                      
  JENIS  SAMPAH

Secara umum, jenis sampah dapat dibagi 2 yaitu sampah organik (biasa disebut sebagai sampah basah) dan sampah anorganik (sampah kering). Sampah basah adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup, seperti daun-daunan, sampah dapur, dll. Sampah jenis ini dapat terdegradasi (membusuk/hancur) secara alami. Sebaliknya dengan sampah kering, seperti kertas, plastik, kaleng, dll. Sampah jenis ini tidak dapat terdegradasi secara alami.

Pada umumnya, sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia merupakan sampah basah, yaitu mencakup 60-70% dari total volume sampah. Oleh karena itu pengelolaan sampah yang terdesentralisisasi sangat membantu dalam meminimasi sampah yang harus dibuang ke tempat pembuangan akhir. Pada prinsipnya pengelolaan sampah haruslah dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya. Selama ini pengleolaan persampahan, terutama di perkotaan, tidak berjalan dengan efisien dan efektif karena pengelolaan sapah bersifat terpusat. Misanya saja, seluruh sampah dari kota Jakarta harus dibuag di Tempat Pembuangan Akhir di daerah Bantar Gebang Bekasi. Dapat dibayangkan berapa ongkos yang harus dikeluarkan untuk ini. Belum lagi, sampah yang dibuang masih tercampur antara sampah basah dan sampah kering. Padahal, dengan mengelola sampah besar di tingkat lingkungan terkecil, seperti RT atau RW, dengan membuatnya menjadi kompos maka paling tidak volume sampah dapat diturunkan/dikurangi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar